Val & Jesse:
Serpihan Kenangan Masa Lalu
Val dan Jesse beserta seluruh komandan divisi sedang
berkumpul untuk menghitung jumlah korban dan membahas rencana mereka
selanjutnya. Setelah membawa pasukan yang terluka termasuk Beedhes ke barak
paramedis, mereka kemudian berjalan menuju sebuah lapangan di tengah kota. Beberapa
orang prajurit bertugas untuk menata jenazah sedangkan yang lainnya berdiri
terdiam menatap kawan-kawan mereka yang terbujur kaku. Salah seorang dari
mereka menyanyikan sebuah lagu berjudul ‘Pahlawan di Lembah Keabadian’ yang
biasa dinyanyikan saat prosesi pemakaman seorang prajurit.
Val yang telah didaulat oleh Franc untuk menjadi walikota
pun maju ke tengah-tengah barisan dan memberikan sebuah pidato penghormatan.
“Sungguh suatu kehormatan yang sangat besar untuk dapat
berjuang bersama kalian semua, kesatria-kesatria terhebat di Vandalha. Kita
telah berhasil menunjukkan kepada musuh yang ganas dan tidak kenal ampun bahwa
kita masih terlalu tangguh untuk mereka kalahkan! Maka dari itu, jangan biarkan
perjuangan kawan-kawan kita yang gugur ini sia-sia. Segera hapus kesedihan dari
wajah kita dan bangkit untuk menyongsong harapan baru di daratan utama. Ingat,
tidak ada perjuangan yang sia-sia selama kita masih bernafas untuk meraihnya!
Perjuangan belum berakhir kawan-kawan!”
Setelah pidato berakhir, jenazah-jenazah tersebut kemudian
dibawa menuju Lord Siphebsac Mausoleum, sebuah tempat pemakaman bawah tanah
tempat seluruh pahlawan Lyonne dimakamkan, untuk menjalani prosesi selanjutnya.
Di tengah perjalanan menuju Mauloseum yang terletak tak
jauh dari kantor walikota, seorang prajurit penjaga gerbang berlari menghampiri
Jesse.
“Lapor, kak! Ada seorang pria berbadan besar berdiri di
depan gerbang timur yang mencari kakak dan kak Val. Kami sudah berusaha
mengusirnya, tapi dia tidak mau mendengarkan kami,” terang sang prajurit.
“Pria bertubuh besar? Seperti Beedhes?”
“Sepertinya bukan. Dia tidak sebesar raksasa laut dan tubuhnya
penuh tato. Lagipula rambutnya panjang dan
gimbal kecoklatan. Ia juga membawa sebilah pedang besar berlambang naga. Beberapa
orang prajurit berusaha menjatuhkan dia, tapi orang itu terlalu kuat! Sekarang
ia sedang bertarung melawan Warchief dan Kravitz!” jawab sang prajurit.
“Ah, sial! Kenapa harus ada masalah di saat seperti ini?
Ya sudah, aku akan memeriksanya. Tolong beritahu Val kalau aku
tidak bisa ikut masuk ke Mausoleum.”
“Siap, kak!”
Jesse pun segera berlari menuju gerbang untuk mencari tahu apa
yang sebenarnya terjadi. Sepanjang perjalanan ia terus mengingat-ingat ciri-ciri
pria misterius tersebut. Tiba-tiba ia teringat sesuatu yang sangat penting
tentang sang pria misterius.
“Keparat! Tidak mungkin kalau itu benar-benar dia. Tidak
mungkin!” Jesse terus berlari menembus jalan-jalan sempit menuju pintu gerbang
dengan perasaan galau.
***
“Hei! Sudah kubilang kalau aku tidak mau bertarung dengan pria bedebah yang identitasnya tidak kukenal!
Sebutkan namamu!” teriak Warchief sambil mengayunkan kapaknya hingga beradu
dengan pedang besar milik sang pria tak dikenal.
“Aku hanya ingin mencari Jesse dan Val. Nama
tak penting jika kau tak perlu mengingatnya kan?” jawab sang pria.
“ Sialan! Kau sudah mengucapkan omong kosong itu berkali-kali,
tahu! Apa yang rusak dari otakmu itu sampai-sampai kau tidak tahu namamu
sendiri, hah?”
“Aku sudah memasuki kota
ini ratusan kali, tapi kenapa baru sekarang ada yang menempatinya, hah? Kemana saja kalian selama ini?”
“Aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan. Kota ini selalu
berpenghuni sejak dulu hingga sekarang. Sudah kubilang pasti ada yang rusak
dengan otakmu itu!” jawab Warchief sambil terus mengayunkan kapaknya dan
menyerang sang pria dengan hantaman-hantaman yang mampu menggetarkan tanah.
Tiba-tiba sang pria misterius berhenti bertarung dan
berdiri tertegun. Pandangan matanya berubah kosong.
“Aku…aku… Ah, aku tak mengerti apa yang salah dengan
otakku! Sudah sekian lama aku menunggu mereka untuk datang menjemputku, tapi
sepertinya sia-sia. Mereka meninggalkanku! Mereka membiarkanku mati di sana
hingga akhirnya pedang ini menolongku. Sekarang aku akan membalaskan semua yang
pernah mereka lakukan padaku! Pengkhianat harus mati!” ia
kembali menyerang Warchief dengan satu lompatan secepat kilat.
“Tuh, kan.
Otakmu memang benar-benar rusak,” komentar Warchief sambil menahan serangan
ganas sang pria berambut coklat.
“Kakek! Minta izin untuk menembakkan ballista!” teriak Kravitz
dari arah menara. Seketika sebuah panah besar melesat ke arah pertempuran,
namun meleset.
“Jangan dulu, dasar bodoh! Kau mau mengenaiku, hah?”
“Ah, tidak apa-apa kan
kalau satu orang harus dikorbankan? Lagipula kau
sudah tua, sudah bau tanah!”
“Aaaargh, dasar anak tidak berguna!” teriak Warchief kesal.
Pertarungan sengit terus berlanjut. Kedua senjata terus beradu
dengan sangat keras sehingga menimbulkan percikan api dan suara nyaring yang
memekakkan telinga. Setelah beberapa kali hantaman, pedang milik sang pria
misterius terlempar jauh, membuatnya menjadi sasaran empuk bagi Warchief.
Warchief kemudian melempar salah satu kapaknya dengan kekuatan
penuh ke arah sang pria, namun sayang, pria tersebut sanggup menghindar dan secepat
kilat menghampiri Warchief yang masih kehilangan keseimbangan selama beberapa
detik setelah melempar kapaknya.
Sekelebat bayangan hitam tiba-tiba muncul dari balik
punggungnya. Dalam waktu singkat bayangan tersebut menyelimuti lengan kirinya,
membentuk sebuah pola aneh di sekujur lengan lalu memanjang hingga ujung
jari-jarinya dan mengeras menyerupai pisau tajam.
Dengan jarak sedekat itu, Warchief tak mampu lagi menahan
serangan dari sang pria. Sebuah tebasan pun mendarat di dada kakek tua
tersebut. Warchief jatuh tersungkur bersimbah darah, namun ia masih sadar dan
berusaha bangkit.
“Keparat! Senjata macam…apa yang kau…Bangsat!” sumpah serapah
keluar bersahutan dari mulutnya yang juga mengeluarkan darah.
“Sudah kubilang, aku hanya ingin mencari Val dan Jesse.
Sekarang tunjukkan di mana mereka!” jawab sang pria misterius.
“Cih! Mati saja kau bedebah! Kau tidak akan maju
selangkahpun dari tempatmu berdiri!” Warchief kembali berdiri dan mengayunkan
kapaknya dengan susah payah. Namun belum sempat ia menyerang, sebuah bayangan
panjang melesat dan menembus perutnya. Kali ini ia tak mampu lagi menahan
serangan tersebut dan kehilangan kesadaran.
Kravitz seakan tidak percaya bahwa Warchief dapat
dikalahkan dengan mudah. Ia berdiri terpaku di atas menara, memandangi medan
pertempuran yang kini sunyi senyap tanpa suara sedikitpun. Kesadarannya kembali
muncul dan ia dengan sigap menarik panah ballista, siap menembakkannya ke arah
sang pria misterius, namun lagi-lagi sebuah bayangan hitam melesat ke arah
menara, menembus tubuh kurus Kravitz sebelum ia sempat melakukan apapun.
Jesse yang baru saja sampai di depan gerbang tercengang
dengan pemandangan yang ia lihat. Warchief, dwarf terkuat yang pernah ia temui
dijatuhkan oleh seorang pria asing dengan tangan kosong. Namun beberapa saat
kemudian air mukanya berubah. Kali ini ia semakin tercengang melihat wajah sang
pria asing.
“Merrick!”
“Jesse!” pria bernama Merrick tersebut langsung berlari menghampiri Jesse
dengan wajah gembira.
Jesse yang tidak menyadari sedikitpun dengan apa yang terjadi
menyambut Merrick dengan canggung. Kenangan
masa lalu bersama pria tersebut menyergapnya. Wajah Merrick
yang telah terlupakan dari memorinya dalam sekejap muncul merangkai peristiwa
demi peristiwa yang pernah mereka alami bersama. Tiba-tiba rangkaian tersebut
terhenti pada sebuah gambar besar yang menyentak akal sehat Jesse. Ia kembali
tersadar tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kenyataan
yang dulu secara misterius menghilang dari ingatannya itu kini kembali dengan
sebuah peringatan yang datang terlambat, karena bersamaan dengan itu perut Jesse telah tertembus pisau hitam,
sedangkan wajah hangat Merrick kini berubah
menjadi seringai yang menyeramkan.
“Merrick…kau…iblis…”
“Hahahahah! Pengkhianat! Pengkhianat harus mati! Mati!” tusukan
demi tusukan terus dilancarkan ke tubuh Jesse yang kini tidak berdaya.
Para prajurit
yang berada di sekitar tempat tersebut hanya bisa berdiri gemetaran menyaksikan
para perwira mereka yang tangguh dan tak takut mati berhasil dikalahkan dalam
sekejap.
Merrick berjalan
perlahan memasuki gerbang tanpa memperhatikan sekitar, berhenti sejenak,
kemudian berteriak,
“Valcrist! Keluar kau pengecut! Kau telah mempermalukan nama
keluarga Leonard! Aku tidak sudi punya kakak sepertimu! Dasar pengkhianat!
Pengkhianat harus mati!!!”
Merrick kemudian
mengangkat tangannya ke udara, dan dengan gerakan
menggenggam, sebuah cahaya ungu aneh meyelimuti tubuhnya, diikuti hempasan kuat
dan suara ledakan yang menggelegar.
***
Val Nampak begitu gusar mendengar
laporan yang disampaikan oleh seorang prajurit beberapa saat setelah prosesi
pemakaman selesai. Pesan Jesse tentang ketakutan terbesar mereka menggelayut di
otaknya.
Dari kejauhan gerbang timur nampak begitu sunyi. Val menjadi
semakin khawatir dan sedikit bergetar. Sesuatu pasti telah terjadi, dan pasti
bukanlah sesuatu yang menyenangkan, pikirnya. Sial! Sial!!
Val terduduk lemas melihat kenyataan yang terjadi. Warchief,
Jesse, dan belasan mayat prajurit berserakan di depan gerbang timur. Seakan
seluruh harapan yang ia miliki lenyap seketika. Pertama Sephia, lalu para
pahlawan perkasa andalan Lyonne, Franc, Warchief, kemudian Jesse. Lalu siapa
lagi yang sanggup melindungi Lyonne jika ia
mati?
“Sudah kuduga, kau pasti datang, kak,” sebuah suara yang terdengar
akrab menyadarkannya dari lamunan. Seorang pria kekar bertato hitam berdiri
tegak di puncak menara gerbang.
“Merrick! Apa kau sadar dengan
apa yang sudah kau lakukan, hah?”
“Aku sadar dengan segala perbuatanku. Aku juga sadar kalau kau
adalah satu-satunya alasan aku masih hidup sampai sekarang,” Merrick
kemudian meludah ke tanah.
“Berarti kau juga sadar kalau
kita sudah tidak bersaudara lagi. Kau telah melanggar sumpah keluarga! Kau
bukan keluarga Leonard lagi,
Merrick!”
“Justru kau yang lebih dulu melanggar sumpah! Meninggalkanku di
tempat itu, dasar pengkhianat!”
Merrick kemudian
melompat turun dan menatap wajah Val dengan penuh kebencian. Dari balik
lengannya muncul bayangan hitam yang kemudian berubah bentuk menjadi sebuah
pedang hitam berkilat. Dari tubuh Merrick
keluar pula hawa gelap yang terlihat jelas di
udara.
“Beberapa tahun yang lalu aku bertemu seorang pria di tempat
itu, dan dia memberiku kekuatan untuk keluar dari sana. Pria itu juga memberiku kesempatan untuk
membalas dendam, untuk menghabisi setiap orang
yang telah berkhianat padaku! Mati kau Valcrist!!” ia menghampiri Val dengan
langkah yang hampir seperti melayang. Sementara itu, bayangan hitam di belakang
Merrick semakin menyelimuti tubuhnya,
membentuk semacam tato hitam yang nampak menyala
seperti api.
Val bergerak sedikit mundur, curiga dengan hawa pembunuh yang
dirasakannya; sebuah hawa yang tidak terlalu asing.
“Merrick, dari mana kau
mendapatkan kekuatan itu, hah?!”
“Oh, kau juga sebentar lagi akan tahu. Itu kalau kau tidak mati
lebih dulu di tanganku! Hahah!” seringai iblis Merrick
kembali muncul. Kali ini bersama dengan sebuah hentakan yang membuatnya melesat
menuju ke arah Val.
Pedang hitam Merrick beradu
dengan pedang scimitar yang baru saja
dipungut Val dari mayat salah seorang prajurit. Namun mata Val terbelalak melihat
pedang besar yang dipegangnya kini berubah menjadi sebatang besi berkarat yang
tak jelas bentuknya.
Melihat keadaan yang tidak menguntungkan tersebut, tangan Val bereaksi cepat dan
menjatuhkan sebuah bom asap ke tanah. Sebagai mantan ketua kompi ahli jebakan,
benda-benda semacam itu selalu dibawanya dan terbukti telah menyelamatkan
nyawanya berulang kali, termasuk saat ini.
Merrick hanya tertawa terbahak-bahak tanpa berusaha mencari Val. Ia berdiri tegak di
tengah kabut asap tebal yang menyelimuti medan
pertempuran.
“Val! Dasar banci! Hanya segitu saja kemampuanmu hah? Baiklah,
bagaimana kalau kau kutantang bertarung dengan tangan kosong?” Ia kemudian
membuang pedangnya ke tanah.
Dalam jarak pandang terbatas seperti itu, ia tak dapat
menemukan di mana posisi Val, namun pandangannya langsung tertuju pada menara gerbang
begitu ia mendengar
suara balista melesat dan menggores bahunya.
“Ya ampun, ternyata kau memang benar-benar sampah! Kau tidak
lihat apa? Temanmu tadi sudah mencoba melakukan hal yang sama, lalu sekarang di
mana dia? Mati! Dasar bodoh!” teriak Merrick.
“Oh, ya? Coba saja bunuh aku kalau bisa!” ejek Val. Sementara
itu, panah balista terus melesat ke arah Merrick.
Menyadari taktik Val yang terus menghujaninya dengan panah, Merrick melepas bayangan hitam yang melekat di tubuhnya
dan kembali menghindar dari jangkauan Val dengan cepat. Bayangan hitam tersebut
kemudian menggumpal menjadi sebuah bulatan berwarna hitam keunguan dan melesat
ke arah menara. Benda tersebut meledak tepat di tengah menara dan meruntuhkan
bangunan setinggi sepuluh meter tersebut bersama Val di dalamnya.
Beberapa saat kemudian, Merrick
berjalan menghampiri puing-puing menara dengan waspada. Ia berhenti tepat di
depan puing-puing tersebut dan meludah.
“Itulah akibatnya kalau kau berkhianat padaku!” Merrick menjulurkan tangannya seolah-olah ingin menarik
bayangan hitam yang tadi meledak kembali, namun tak terjadi apapun. Bukan hanya
itu saja, ia tersentak melihat sesuatu yang lebih mengejutkan terjadi.
Reruntuhan bangunan tersebut tiba-tiba bergetar hebat. Dari
balik reruntuhan muncul seberkas cahaya putih yang semakin terang dan menyibak
bebatuan yang menutupinya satu persatu. Perlahan namun pasti, Val muncul ke
permukaan bersamaan dengan meredupnya cahaya putih tersebut. Di tangannya nampak seonggok makhluk
hitam berlendir yang tertusuk sebuah belati emas.
“Untung perkiraanku benar,” komentar Val.
“Ke..keparat kau!” umpat Merrick.
“Kurasa makhluk ini berasal dari tempat yang sama dengan naga yang
mengacak-acak kotaku.
Dia adalah bagian dari Laercdan, naga
kegelapan dalam legenda, bukan?”
“Hahahahahahahah! Dasar bodoh! Kau belum mengerti juga, ya? Kau
pikir benda itu cuma bagian dari Laercdan, hah? Pikiranmu terlalu dangkal.”
“Jadi…kau…” Val terhenyak.
“Ya, akulah orang yang melepas
binatang bernafas busuk itu ke kota ini. Mengesankan bukan?” jawab Merrick.
“Berarti kau adalah orang
yang bertanggung jawab atas kematian Franc…” Val terdiam. Terlalu banyak bayangan
yang berputar-putar di otaknya.
“Oh, jadi si idiot itu akhirnya mati juga. Baguslah, setidaknya
ia bisa sedikit berguna, padahal yang kuinginkan adalah Sephi…” suara Merrick terhenti oleh belati emas Val yang menancap di
tenggorokannya.
“Siapa kau sebenarnya? Aku sudah tidak bisa mengenalimu lagi, Merrick. Tidak, kau bukan adikku. Kau hanya makhluk
keparat yang meniru wajah Merrick,” bisik Val kepada Merrick
yang kini jatuh tergeletak dan meregang nyawa di hadapannya.
Merrik terbaring dengan darah mengucur dari tenggorokannya. Ia
mengangkat tangannya ke atas, seolah ingin meraih Val, namun ia hanya bisa
menatapnya dengan tatapan kosong.
“Kakak…Terima kasih,” Merrick
menatap wajah Val dengan bahagia untuk yang terakhir kalinya. Nampak
air mata menetes dari pipinya. Ia pun menutup mata dan tersenyum penuh
kedamaian.
Melihat kenyataan
bahwa mahkluk yang ia bunuh benar-benar Merrick,
Val tertunduk lemas sambil memegangi tubuh
adik kesayangannya yang telah tiada itu. Pikirannya melayang menuju masa-masa
saat mereka masih muda dan penuh ambisi. Teringat di bayangannya tentang impian
Merrick untuk mencari sebuah senjata naga legendaris
yang ia yakini mampu menghidupkan kembali kedua orang tua mereka. Ironisnya,
senjata tersebut malah digunakan untuk merenggut nyawa orang-orang yang mereka cintai. Namun
semuanya telah berakhir. Kini yang tersisa hanyalah penyesalan dan air
mata.
***
0 komentar:
Post a Comment