Pages

Monday, August 2, 2010

Vandalha Chapter 2

Sephia:


Kebenaran, Kepalsuan
Wind,
Leaves,
Grasses,
Cloud,
Soothing Heaven
Flames,
Torment,
Pain,
Screams,
Burning Hell
Love,
Hatred,
Lust,
Charm,
Poisonous Life
Choose...









Perjalanan panjang kami menuju Daratan Utama telah dimulai. Aku, Val, beserta warga Lyonne lainnya yang tersisa memutuskan untuk menyeberangi perairan Sode beberapa hari lagi dengan harapan kami dapat terhindar dari badai dan serangan Leviathan, makhluk mitos tanpa asal-usul jelas yang baru-baru ini jad pembicaraan hangat di Arc Plain, yang dikabarkan akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan. Entah mengapa ada suatu hubungan antara badai dan makhluk itu. Menurut kabar yang hangat diperbincangkan oleh para pelaut di bar beberapa minggu yang lalu, Leviathan sebenarnya merupakan penjelmaan dari dewa laut yang marah atas perlakuan manusia terhadap laut. Tapi kurasa itu hanya sekedar gosip belaka. Tak lebih.
Sebelum kami melakukan pelayaran, kami harus melakukan perjalanan menuju Decola, kota pelabuhan laut terbesar di Arch Plain, terlebih dahulu. Dan hal itulah yang kami cemaskan selama ini. Sejauh ini hanya ada dua pilihan rute menuju Decola yang harus kami tempuh, yaitu melalui Rovherc, kota pusat perdagangan bahan baku industri di sebelah utara Mount Parada, atau melalui rawa-rawa di sebelah barat. Tetapi Rovherc sekarang juga telah dikuasai makhluk jelek itu, sedangkan rawa di sebelah barat terkenal beracun dan penuh dengan makhluk-makhluk mengerikan.

***

Hari ini langit terlihat begitu cerah seakan-akan surga sengaja membukakan gerbangnya untuk menghibur hati kami semua yang ada di sini, membiarkan kami mengkhayal jauh untuk sekedar melepas beban berat yang selama ini kami bawa dan tersenyum penuh kedamaian. Tapi ini bukan saatnya untuk berkhayal. Aku masih mempunyai tanggung jawab yang besar untuk membawa kami semua ke Daratan Utama dengan selamat.
“Hari ini langitnya cerah, ya?“ komentar Val yang tiba-tiba datang menghampiriku.
“Ada apa? Tidak biasanya kau melamun begitu,“ tanya Val lagi.
“Tidak. Aku hanya sedang memikirkan tentang nasib kita nanti.“
“Tenang saja. Kita semua pasti bisa sampai kesana dengan selamat,“ jawab Val.
“Bukan itu. Aku sedang bingung memikirkan bagaimana jika semua yang sudah kita perjuangkan ini ternyata sia-sia? Bagaimana jika kita mati dan ternyata tak ada lagi yang sanggup melanjutkan perjuangan kita?“ lanjutku.
“Itu takkan terjadi. Akan selalu ada penerus dari setiap perjuangan manusia, kecuali jika kita telah berhenti berharap hal itu akan terjadi. Ingatlah bahwa Tuhan akan selalu mengabulkan setiap doa tulus yang terucap, bahkan dari pendosa paling rendahan sekalipun,“ jawab Val lagi.
“Kau benar juga. Eh, lihat! Awan itu berbentuk beruang! Lucu sekali, ya?“ sahutku.
“Iya. Tapi yang itu juga indah. Bentuk hati,“ jawab Val.
Kami lalu terdiam cukup lama. Ada sesuatu yang seakan menghalangi pandanganku padanya, sedangkan ia terus memandangiku seakan ingin mengatakan sesuatu dari dalam hatinya, namun tak bisa. Perasaan yang seharusnya mudah untuk diungkapkan, tetapi ego kami berdua terlalu tinggi dan menahan kami untuk mengatakannya. Masa lalunya terlalu buram untuk kumengerti, sedangkan aku terlalu menutup diri darinya. Aku masih terdiam, ia masih terdiam, memendam semua ini dan menunggu saat yang tepat untuk mengungkap segalanya, entah sampai kapan.
“Hari ini ada rapat penting dengan para Dwarf dari Deadly Burrow. Sebaiknya kau datang karena mereka sudah susah payah datang kemari,“ Val mulai berbicara.
“Deadly Burrow? Masih ada yang selamat dari sana? Lalu bagaimana dengan Merrick? Apa dia juga selamat?“ tanyaku.
Val kembali terdiam. Aku tahu ia takkan menjawab pertanyaan itu. Aku juga tahu bahwa aku sangat bodoh dengan mengungkit-ungkit ‘hal’ itu, di saat yang tidak tepat pula.
“Entahlah, aku sudah lama merelakannya. Aku tahu ia takkan pernah kembali. Setidaknya, dengan semua kejadian itu, kurasa ia telah menemukan takdirnya di sana,“ jawab Val.
Merrick adalah adik kandung Val yang dikabarkan hilang dalam ekspedisi pencarian senjata kuno legendaris yang konon tersimpan di Deadly Burrow  beberapa tahun yang lalu. Setahuku perjalanan tersebut ditentang oleh Val, namun Merrick tetap bersikeras pergi  sehingga terjadi perkelahian di antara mereka. Sejak kejadian itu, Merrick tidak pernah kembali dan menghilang tanpa jejak. Nampaknya Val masih terpukul dengan kejadian itu.
Beberapa saat kemudian, para Dwarf dari Deadly Burrow tiba di Lyonne dengan penampilan mereka yang khas. Topi mangkuk besi bertanduk, janggut panjang, tubuh pendek dan suara mereka yang mirip dengan deru mesin kapal rusak.
“Harhharhharh!! Halo, manusia! Lama tidak bertemu!“ nada suara mereka tidak nampak seperti orang yang baru saja kehilangan tempat tinggal.
“Untuk apa menyesali yang sudah berlalu? Yang penting hari ini masih bisa melihat langit biru dan menenggak bir ditemani sekerat daging panggang, itu sudah cukup! Harhharhharh!“ sang Warchief , pemimpin tertinggi mereka, tertawa terbahak-bahak diikuti oleh dwarf lainnya.
“Baiklah, tuan-tuan sekalian, karena kelihatannya kalian baik-baik saja, bagaimana jika kita mulai saja rapatnya?“ Franc mulai berbicara.
Francois Lizard atau biasa dipanggil Franc adalah anak dari mantan walikota kami, Rheinberg Lizard, yang merupakan buah perkawinannya dengan seorang Elf muda yang cantik. Tapi entah mengapa seakan tak ada kemiripan sedikitpun antara Franc dengan Pak Rheinberg. Wajah Franc yang penuh keraguan membuat semua orang yang melihatnya akan merasa kasihan dan akan serta merta merendahkan dirinya. Hal ini sebenarnya cukup beralasan, karena Franc memang secara harfiah ‘bodoh sekali’. Bahkan Pak Rheinberg sendiri telah mati-matian menggemblengnya di kamp BCSF berkali-kali  (yang sebenarnya setelah digembleng sekali saja sudah cukup menjadikan seorang pria menjadi pendekar sejati), namun hasilnya nihil. Franc memang terlahir bukan untuk menjadi siapapun. Tapi bukankah menjadi dirinya sendiri saja sudah cukup? Ah, aku geli sendiri memikirkan hal itu dan sekarang Val menatapku dengan tajam karena aku tertawa tanpa sebab.
“Rapat di mana?“ tanya seorang Dwarf setelah mendengar perkataan Franc barusan.
“Yah, karena tidak cukup banyak yang tersisa dari kota ini, nampaknya kita akan mengadakan rapat di alam terbuka. Bukan masalah bagi anda, kan?“
“Harhharhharhharh! Tidak ada yang menjadi masalah bagi dwarf kecuali memetik apel dan menyeberang sungai! Harhharhharhharh!“ sang pemimpin kembali tertawa, namun kali ini dwarf yang lainnya tidak ikut tertawa.
“Err, tuan Pemimpin, jadi bagaimana keadaan di Deadly Burrow saat ini?” Franc kembali bertanya.
“Baik-baik saja,“ jawabannya kontan membuat semua orang di situ kecuali para dwarf kaget.
“Maksud anda... semuanya baik-baik saja?”
“Harhharhharhharh! Tentu saja! Selain serangan makhluk jelek kemarin, semuanya baik-baik saja!” jawab Sang Pemimpin.
“Itu sih, sama saja gawat,“ timpal Franc.
“Ayolah, ambil sisi baiknya saja dulu. Yang penting sekarang kita masih hidup, kan? Jangan cemberut begitu,” Sang Pemimpin kembali tertawa.
Dasar pemimpin gila. Pengikutnya juga sama-sama gila. Tidak ada raut wajah yang menampakkan kesedihan diantara para dwarf tersebut.
“Baiklah, kalau begitu bagaimana kalau kuantar kalian menuju tempat peristirahatan di basement sekarang?”
“Boleh juga tawaranmu. Ayo anak-anak, kita pesta!” teriak Sang Pemimpin.
“Err, maaf, kami tidak bisa mengadakan pesta penyambutan karena serangan kemarin. Semua makanan habis terbakar,” Franc buru-buru menjelaskan.
“Tidak masalah. Ayo anak-anak, kita tidak jadi pesta! Semua masuk ke dalam!” ucapannya disambut riuh oleh para dwarf.
“Makhluk yang aneh,” komentar Val.
“Apa menurutmu itu akan memberi sedikit harapan?” tanyaku.
“Entahlah. Mungkin sebaiknya hal itu harus kutanya langsung kepada mereka. Tidak masalah, kan?” jawab Val.
“Terserah kau saja. Hari ini ada acara?” tanyaku lagi.
“Ada. Aku ingin mencoba pub bawah tanah baru milik Andrew. Kau mau ikut?”
“Kenapa tidak?” jawabku seraya menggandeng tangannya.

***
Seorang pria berjubah merah berdiri di hadapan seorang pria berjubah perak yang jatuh tersungkur di hadapannya. Ia mengacungkan telunjuknya ke arah sang pria berjubah perak dan seketika pria itu mengerang kesakitan, seakan jantungnya ditusuk oleh sesuatu yang sangat tajam. Darah segar mengucur dari dadanya, dan ia pun tergeletak tak berdaya.
“R-red, maafkan aku. Aku berani bersumpah kalau ‘celah’ itulah yang membuat kekuatanku melemah,” ujar pria itu mengiba.
“Hmph, sudah terbukti kalau sampah sepertimu memang tidak pantas mendampingiku. Lagipula, apa kau tidak punya otak, hah? Jebakan-jebakan itu sudah sangat terlihat nyata, bahkan aku bisa melihatnya dengan mata tertutup. Tapi kau malah membiarkan ‘mereka’ mati sia-sia! Bagian dari kata ‘mengulur waktu’ mana yang kau tidak bisa pahami, hah?!” pria berjubah merah tersebut kemudian memutar jarinya. Sang pria berjubah perak kembali mengerang kesakitan, dan kali ini lebih keras dari sebelumnya.
Tiba-tiba sebuah angin kencang menghempas sang pria berjubah merah. Ia jatuh tersungkur namun berhasil kembali berdiri sebelum wajahnya menyentuh tanah.
“Oh, Jadi kau ingin berkhianat juga?”
Seorang wanita bermata abu-abu berdiri di hadapannya dengan nafas yang tersengal.
“Bodoh! Apa dengan membunuh Gray misi kita bisa tercapai, hah?”
“Dia tidak berguna. Apa salahnya kalau dia kubuang? Sampah seperti itu memang pantas mati,” jawab pria berjubah merah sinis.
“Lalu apa? Kau akan mencari penggantinya? Dan kita harus menunggu seribu tahun lagi? Dasar gila!” wanita itu kemudian membantu pria berjubah perak bernama Gray tersebut bangun.
“Oh, iya. Aku lupa kalau ‘dulu’ kalian punya hubungan darah. Lalu sekarang kau mau apa? Menolong ‘saudara’mu itu?”
“Sudah, diam. Aku sudah tahu ke mana arah pembicaraan ini. Sekarang kita harus fokus dengan rencana kita. Sejauh ini semuanya berjalan lancar. ‘Celah besar’ sudah muncul di pusat kota, dan dengan kekacauan yang dibuat oleh ‘mereka’, takkan ada yang menyadari rencana kita,” terang sang wanita.
“Tapi masih ada satu orang yang bisa menggagalkan rencana kita,” sela pria berjubah perak.
“Ya. Kuharap ‘dia’ tak muncul di saat-saat penting seperti ini lagi,” wanita itu mengela nafas dan mengangkat tangannya. Seketika sebuah pusaran berwarna putih muncul di atas kepalanya. Pusaran tersebut semakin membesar dan menyelimuti mereka bertiga hingga akhirnya lenyap tak berbekas.

***

Pub baru milik Andrew ini benar-benar sempit dan terlihat agak dipaksakan keberadaannya. Tak dapat dipungkiri bahwa hanya ini satu-satunya tempat kami untuk melepas lelah karena serangan terakhir itu telah menghancurkan kurang lebih tujuh puluh lima persen dari seluruh infrastruktur dan hanya sekitar sepuluh persen sisanya yang masih beroperasi meskipun dengan keadaan yang rata-rata menyedihkan dan hancur berantakan.
“Oh, Val! Berani-beraninya kau mengajakku ke ‘tempat yang lebih pantas disebut sarang tikus daripada bar’ konyol ini!“ Gerutuku seraya beranjak keluar.
“Maaf. Kupikir tempatnya akan sedikit lebih baik dari ini. Sebagai gantinya, bagaimana kalau kau kutraktir? Minum semua yang bisa kau minum sepuasnya!“ Sergah Val.
“Memang apa yang bisa kuminum di sini?“
“Entahlah. Aku juga berpikir mungkin si Andrew sudah gila karena mendirikan pub tanpa minuman sedikitpun. Hei, Andrew! Cepat berikan kami sesuatu!“ Teriak Val.
“Jangan ngawur! Kalian harus menunggu jatah dulu seperti yang lainnya. Bahkan dalam keadaan seperti inipun masih ada orang yang ingin pergi minum. Memangnya kalian tidak punya tempat lain untuk disinggahi apa?“ Jawab Andrew yang seakan marah-marah kepada semua pengunjung.
“Lalu buat apa kau membuka bar ini?“ tanya seorang pengunjung.
“Entahlah, aku juga sebenarnya ingin segera pindah. Tapi kenapa walikota belum juga memberikan perintah?“ Jawab Andrew.
“Memang siapa walikotanya setelah Pak Rheinberg meninggal?“ tanya seorang pria gemuk yang duduk di pojok bar.
“Si ‘bodoh Franc,“ jawab semua pengunjung sambil menghela nafas.
Tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang cukup keras dari luar. Entah apa lagi yang terjadi namun hal itu membuat semua orang yang berada di dalam berhamburan keluar.
Tak lama berselang setelah itu, suasana di luar menjadi riuh. Aku memutuskan untuk keluar memeriksa apa yang terjadi.
“Hei, ada apa ini?“ Tanya Val kepada seorang prajurit yang sedang berdiri diantara kerumunan.
“Tembok utara runtuh. Dari keterangan beberapa orang yang kutemui, sepertinya ini ulah para napi yang melepas gajah-gajah liar hingga menabrak tembok. Memang apa sih, yang mereka pikirkan?“ Jawab orang itu. Ia segera berlari menuju pos penjagaan yang terletak tak jauh dari situ.
“Sepertinya aku tahu apa yang mereka inginkan. Sep, ayo kita temui Franc. Dia satu-satunya yang bisa kita andalkan,“ sahut Val sambil menarik tanganku.
Kami berlarian melewati kerumunan orang-orang yang penasaran dengan kejadian barusan. Namun, sesaat setelahnya sungguh tak dapat dibayangkan. Kerumunan berubah panik dan berlarian tak menentu arah, seakan ada sesuatu yang mengerikan menghampiri mereka. Tak jelas apa sesuatu itu, tapi yang jelas itu cukup untuk membuat semua orang ketakutan.
“Apa yang terjadi di belakang?“ Tanyaku.
“Jangan dipedulikan. Ada hal yang lebih penting yang lebih kukhawatirkan, dan itu harus segera disampaikan kepada Franc secepatnya!“ Teriak Val.
“Aku tidak mengerti maksud ucapanmu!“
“Apa kau tidak melihatnya? Para napi itu berniat menjadikan kita umpan untuk kawanan Rag’karnak yang menyerang kita minggu lalu! Kau tahu kan, berapa harga seekor Rag’karnak di pasar gelap?“ Jawab Val. “Jika tembok utara jebol, maka jebakan-jebakan kita sudah tak ada artinya lagi dan kita akan jadi sasaran empuk pada serangan berikutnya.”
Aku tak berkomentar apa-apa lagi. Memang benar kata Val. Untuk apa mereka bersusah payah mengganggu gajah liar di luar jika tidak untuk memancing sesuatu yang memangsanya untuk keluar? Tapi kenapa sampai menjebol tembok? Benar-benar keterlaluan!
Tak ada siapapun di ruangan Franc. Aneh, padahal ini adalah satu-satunya tempat yang tersisa dari kantor walikota.
“Franc! Hei, Franc!“ teriak Val.
“Nampaknya dia tak ada di sini,“ ujarku.
“Tidak mungkin. Jika dia tidak ada di sini, lalu dia ada di mana? Hei, Franc! Di mana kau?!“ teriak Val lagi.
“Hei, ada apa ribut-ribut? Jaga kelakuan kalian sedikit, dong. Ini kan kantor walikota,“ Franc tiba-tiba muncul entah dari mana.
“Ke mana saja kau? Kami membutuhkanmu sekarang!“ Val mulai kesal.
“Aku dari WC rumah sebelah. Memang ada masalah apa?“ jawab Franc tenang sambil duduk di kursi walikota.
“Kita harus mengungsikan semua warga secepatnya!“
“Hei, bukannya kita sudah merencanakan hal itu? Kita akan berangkat besok, kan? Apa ada tanda-tanda mereka akan menyerang lagi?“ tanya Franc.
“Tanda-tandanya sudah sangat jelas. Tembok utara jebol, gajah liar dibiarkan masuk kota, semuanya sudah sangat jelas!“ jawab Val lagi.
“Hmmm, aku tidak mengerti maksud ucapanmu. Tapi kalau kita memang harus mengungsi sekarang, ayo kita lakukan,“ Franc lalu beranjak dari kursinya.
“Bagus! Kau memang bodoh, tapi setidaknya kau masih bisa diandalkan,“ ujar Val.
“Hei, jangan terlalu jujur begitu, tidak sopan. Aku kan walikota kalian,“ Franc lalu tersenyum, entah apa maksud senyumannya itu. Rasanya senyuman itu terlalu jujur dan hambar. Ia pun segera berlalu.
“Baiklah, kita sampaikan pengumuman ini kepada seluruh warga. Kita akan mengungsi ke Rovherc malam ini. Pria yang masih sanggup mengayun pedang akan ikut bersamaku menyisir jalur pengungsian sebelum gelap. Sep, kau kuberi tugas untuk menjaga wanita dan anak-anak. Aku percaya padamu,“ jelas Val yang juga segera berlalu.
Kata-kata terakhirnya itu juga memberiku sebuah rasa yang aneh. Seakan perasaan itu begitu mendalam dan mengendap dalam hatiku, namun perasaan itu juga seakan mengapung tak tentu arah. Tak mengerti akan menuju ke mana maksud dari ucapan tadi. Dan itu membuat diriku terpaku untuk beberapa saat sebelum Franc kembali bersama pemimpin Dwarf.
“Hoi, kau yang masih muda. Pemikiranmu tajam sekali bisa memperkirakan sampai sejauh itu. Hebat, aku salut padamu. Tapi soal perjalanan menuju Decola, serahkan saja padaku,“ kata pemimpin itu.
“Oh, maksudmu Val? Dia memang cerdas sejak dulu. Ngomong-ngomong apakah rute pelarian kita masih seperti yang kemarin dibicarakan?“ Tanyaku.
“Itu tidak mungkin dilakukan. Seluruh daerah Rovherc dan Parada sudah penuh dengan wajah jelek dan menakutkan. Anak buahku sudah memeriksanya. Sebaiknya kita menggunakan jalurku saja,“ sanggah sang pemimpin.
“Jalurmu?“ Franc dan aku terkejut.
“Apa maksud anda, wahai ‘pemimpin’?“ Franc mulai kebingungan. Maklum saja, otaknya tidak diciptakan untuk berpikir dengan cepat, jika kau tahu maksudku.
“Panggil saja aku Warchief. Kita akan menggunakan rute yang paling cepat dan terjamin keselamatannya bagi kita semua,“ jawabnya.
“Jangan membuatku bingung. Selain melalui Rovherc dan rawa-rawa dekat Mount Parada, memangnya masih ada jalan lain agar kita bisa menuju Decola dengan aman?“ Franc semakin penasaran, begitu juga denganku.
“Ada. Deadly Burrow,“ jawabnya lagi.
Jawaban pria sinting itu sontak membuat kami semua kaget. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh orang tua ini? Bunuh diri?
“Jangan kaget. Memangnya kau pikir kami tidak memiliki jalan rahasia atau semacamnya? Jangan menganggap kami bodoh, ya?“ jelas Warchief.
“Tapi bagaimana jika jalan itu juga sudah dikuasai oleh mahkluk itu?“ Tanyaku.
“Tidak akan mungkin. Jalur itu sudah kami desain dengan sangat sempurna. Pintu masuknya saja sangat tersembunyi. Apalagi pintu itu terkunci rapat dan dijaga oleh golem yang bodoh tapi setia, yang hanya akan membukakan pintu jika ada yang menyebutkan sebuah kode rahasia. Kode dalam bahasa Dwarf yang hanya diketahui olehku! Harhharhharh! Bagaimana? Masih meragukan penawaranku?“ Jelas Warchief.
“Kau jenius,“ celetuk Franc.
“Aku memang jenius. Jadi, kita akan segera bergerak atau bagaimana?“ Tanya Warchief.
“Aku keluar dulu,“ jawabku sambil berjalan menuju pintu walikota ( yang wujud fisiknya sudah tidak ada ).
Keadaan di luar masih sama. Keributan di mana-mana. Entah apa yang mereka ributkan, tapi sepertinya hal besar memang benar-benar sedang terjadi.
“Hei, nona! Kenapa kau masih di sini? Cepat masuk ke rumahmu! Apa kau ingin jadi santapan naga?“ seorang pria berteriak padaku sambil masuk ke sebuah rumah.
Naga? Apa maksudnya dengan naga? Seekor naga di Lyonne? Seperti dalam legenda Diez, Sal, Nels, dan Urk? Yang benar saja! Dalam sejarah Lyonne, selama ribuan tahun ini sekalipun belum pernah ada naga, selain dari legenda yang diceritakan para orang tua kepada anaknya sebagai pengantar tidur. Tapi jika ada naga sungguhan di tempat ini, maka sejarah akan berubah. Takkan ada lagi legenda naga, tapi kisah tentang naga sungguhan! Atau mungkin akan lebih parah lagi. Kisah drama dan suvenir tentang naga. Lucu juga. Ah, pikiranku melayang terlalu jauh. Sebaiknya kucari Val lebih dulu. Saat ini dialah yang paling bisa diandalkan dalam hampir segala hal.
Keadaan kota semakin buruk. Puing-puing berserakan di mana-mana. Seakan-akan seekor makhluk telah mengamuk tanpa henti sehingga menambah suasana menjadi lebih menyedihkan. Bahkan kulihat ada bekas darah di sekitar tembok. Apa yang sebenarnya terjadi?
Tunggu sebentar. Mengapa tiba-tiba segalanya menjadi benar-benar sepi? Di mana kekacauan barusan? Dengan bekas sehebat ini, seharusnya masih ada beberapa orang yang tersisa untuk dapat ditanyai atau setidaknya kerumunan yang sedang menyelamatkan orang-orang yang terluka atau semacamnya. Tapi tempat ini benar-benar tak bersuara sedikitpun! Seakan dalam sekejap semua orang menghilang!
“Halo? Apa di sini ada orang? Val! Ayolah, siapapun yang mendengarku, jawab! Kalian semua belum mati, kan?!“ Aku berteriak, namun tetap tak ada jawaban dari siapapun.
Ini tidak lucu. Apakah mungkin aku sedang bermimpi? Tapi jika aku bermimpi, sejak kapan aku tidur? Aneh. Keadaan seperti ini lambat laun membuat batinku tersiksa. Aku terjebak dalam kebingungan, di tengah puing-puing kekacauan, tanpa siapapun!
“Apa kau kehilangan arah, nona?“ Seseorang tiba-tiba datang menghampiriku. Seorang pria dengan rambut hijau dan mata tajam seperti elang. Pakaiannya aneh karena berkilau seperti perak. Pakaian yang belum pernah kulihat sebelumnya.
“Entahlah, apa aku terlihat seperti orang yang sedang kehilangan arah?“ Tanyaku.
“Tentu. Semua orang yang terjebak dalam Time Paradox rata-rata akan mengalami hal itu. Jika tidak, kau pasti orang yang sudah terbiasa dengan rasa kesepian. Nah, apa tebakanku ini tepat?“ Jawab orang itu.
“Apa yang sedang kau bicarakan? Dan kenapa tempat ini begitu sepi? Padahal beberapa detik yang lalu tempat ini dipenuhi manusia,“ tanyaku lagi.
“Hmmm, kau menginginkan jawaban dariku? Biasanya orang yang terjebak di sini akan langsung bertanya bagaimana caranya keluar dari sini. Tapi kau malah bertanya sebaliknya. Kau sungguh orang yang menarik,“ orang itu bergumam sendiri.
“Apa kau tak ingin menjawab pertanyaanku?“ desakku.
“Baik, baiklah. Akan kujawab pertanyaanmu. Tempat ini bernama Time Paradox. Tempa di mana beberapa dunia paralel bertabrakan sehingga menimbulkan kekacauan luar biasa dalam susunan ruang dan waktu. Kau termasuk salah seorang yang tidak beruntung yang terjebak dalam tempat ini,“ orang itu menjelaskan dengan panjang lebar.
“Aku masih belum memahami apa maksudmu. Coba jelaskan dengan lebih gamblang. Siapa sebenarnya kau ini?“ Aku benar-benar tidak mengerti dengan semua ucapannya tadi. Tapi sepertinya hal ini cukup menarik.
“Rupanya kau mulai tertarik. Baiklah, biar kujelaskan. Dunia sebenarnya memiliki beberapa dimensi yang berbeda yang berhubungan satu sama lain secara paralel. Namun, secara garis besar hubungan tersebut takkan saling mempengaruhi keadaan di dunia masing-masing, sedangkan dunia paralel untuk setiap orang selalu berbeda-beda. Sejauh yang kuketahui, jumlah dunia paralel untuk setiap orang adalah tak terhingga karena dunia ini pada dasarrnya terbentuk dari pilihan-pilihan. Saat kau memilih sesuatu dalam hidupmu, maka secara otomatis akan terbentuk dunia paralel baru dari pilihan lain yang tidak kau pilih. Dengan begitu, dalam dunia paralel itu setiap orang mengalami kehidupan yang berbeda-beda begitu juga dengan dunia mereka.” Pria itu memalingkan wajahnya dan secara mengejutkan rambutnya yang hijau nampak bercahaya. Orang ini menarik!
“Singkatnya, setiap orang memiliki banyak jenis kehidupan dalam dunianya masing-masing dan berjalan dengan suatu hubungan yang sangat erat di antara mereka. Hubungan-hubungan ini begitu pelik, sehingga apabila terjadi sedikit saja gangguan maka akan terjadi instabilitas yang memiliki efek berbeda-beda di setiap dunia. Namun biasanya setelah itu akan terbentuk Time Paradox di tempat di mana kekacauan tersebut terjadi dan hanya akan dialami oleh orang yang hidupnya dikacaukan dalam dunianya yang lain. Jadi, mungkin ada seseorang yang berusaha merubah keadaan dirimu yang lain di dunia yang berbeda. Lalu mengenai Aku. Aku berasal dari dimensi yang berbeda dari tempatmu berasal. Kami telah menemukan sebuah cara untuk menembus ruang dan waktu sehingga memungkinkan kami untuk melakukan perjalanan melalui lokasi yang dapat kami tentukan sendiri. Sedangkan tugasku adalah menolong orang yang kurang beruntung seperti kau. Biasanya setelah ini aku akan ‘membereskan’ orang yang telah mengacaukan kehidupanmu sehingga kau bisa hidup normal lagi. Apa kau sudah puas dengan penjelasanku?“ Orang itu menatapku dengan tajam.
“Sepertinya kau memang hobi berpidato, ya? Mungkin sudah saatnya kau kembalikan aku. Bukankah itu adalah tugasmu?“
“Baiklah. Kulihat kau begitu tertarik dengan hal ini. Mungkin sebaiknya ini harus kukatakan padamu sejak awal. Seandainya suatu saat kau diberi kesempatan untuk menjelajah waktu dan kau ingin kembali ke masa lalu atau melihat kehidupan lain dari dirimu, kusarankan agar kau tidak terlibat saling pandang dengan dirimu yang lain. Sejauh ini akibat dari hal itu adalah kau akan dianggap tak pernah ada dalam duniamu yang sebenarnya,“ orang itu kembali menerangkan.
“Saran yang berguna. Terima kasih. Sekarang, apakah kau sudah bisa mengembalikanku?“ Aku mulai tidak sabar. Pria ini membosankan!
“Pejamkan matamu. Setelah kau kembali nanti, kumohon agar kau menganggap aku tak pernah ada. Setidaknya, jangan ceritakan hal ini kepada orang lain. Apa itu jadi masalah bagimu?“ Tanya orang itu lagi.
“Tidak. Sekarang cepat lakukan,“ aku langsung memejamkan mataku.
“Oh, ya. Setelah ini kau takkan melihatku karena aku akan berpindah tempat, jadi mungkin ini saat yang tepat untu mengatakan selamat tinggal,” tambahnya lagi.
“Sudah, diam!” teriakku.
Dalam sekejap semuanya sudah kembali seperti semula. Kekacauan seperti yang sudah kuduga. Darah berceceran, banyak orang terluka di pinggir jalan. Namun yang membuatku penasaran adalah kepulan asap yang berasal dari taman kota.
Sesaat kulihat sesosok makhluk besar bersayap terlihat dalam kepulan asap itu. Naga? Belum bisa kupastikan sebelum aku pergi ke sana untuk melihatnya. Namun tiba-tiba seseorang memegangi tanganku.
“Jangan pergi ke tempat itu!“
“Val? Dari mana saja kau? Apa yang sebenarnya terjadi? Makhluk apa itu?“ Serentetan pertanyaan kuarahkan padanya.
Laercdan. Naga dari Pulau Zael yang ada dalam legenda. Tak kusangka ternyata legenda itu benar.“ Val terlihat kegirangan, namun juga ketakutan.
“Hei, kau belum menjawab semua pertanyaanku. Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah seharusnya kita segera mengungsi dari tempat ini?“ Tanyaku berusaha mengabaikan naga raksasa yang sedang mengamuk di tengah kota.
“Awas! Merunduk!“ Val menarikku ke bawah. Sebuah kilatan api berwarna merah menyambar dengan cepat di atas kami.
“Naga itu sungguh berbahaya. Entah dari mana para napi mendapatkannya, tapi yang jelas aku menjadi semakin paham dengan tujuan mereka!“ Val kembali berapi-api.
“Tapi bukankah lebih baik kita ungsikan dulu seluruh warga?“ Tanyaku.
“Sudah kulakukan. Sekarang para Dwarf yang mengurus mereka. Aku akan tetap tinggal di sini. Menunggu apakah tebakanku benar atau tidak. Dengan begitu aku akan tahu dosa apa yang harus dibayar oleh mereka atas semua ini,“ jawab Val.
“Kalau begitu aku akan ikut denganmu.“
“Tidak. Tugasmu adalah menjaga wanita dan anak-anak. Lagipula ini akan menjadi pekerjaan yang berbahaya. Dan untuk mempermudah tugasmu, beritakan kemunculan naga ini pada BCSF. Apa kau mengerti?“ Sergah Val.
Tak ada yang bisa kukatakan lagi. Tugasku memang membawa wanita dan anak-anak dengan selamat menuju jalur pengungsian. Tanpa pikir panjang aku segera menaiki sebuah kereta besi ( mirip sepeda motor ) yang tergeletak begitu saja di tengah jalan dan segera melaju menuju kamp BCSF yang berada tak jauh dari pinggir kota, tepatnya di hutan belantara yang lebat dan sunyi.

***

Sesuai dengan instruksi dari Val, aku segera memberitahu BCSF tentang kerusuhan di kota dan kemunculan naga dan menunggu mereka bertindak, apapun tindakan mereka, lalu mengumpulkan para wanita dan anak-anak yang tidak berdaya untuk kemudian diungsikan melalui jalur rahasia milik kaum dwarf di Deadly Burrow menuju Decola. Setidaknya itulah harapan terakhir kami saat ini, hingga seorang perwira BCSF datang menemuiku di barak.
“Jadi, kau jauh-jauh datang kemari hanya untuk memberi tahu bahwa ada seekor naga sedang mengamuk di kota dan mengira kami akan mempercayai hal itu? Jangan bercanda! Dengar nak, kami sudah cukup kesal dengan serangan makhluk-makhluk jelek dari dunia luar, sedangkan kau malah berkhayal tentang makhluk lain yang hanya ada di dalam dongeng! Makhluk yang hanya diceritakan kepada anak kecil yang rewel! Naga di Lyonne? Yang benar saja! Pergilah sebelum kau kutendang. Kami sedang sibuk dengan urusan yang lebih realistis dari bualan tentang seekor naga!“
Tentu saja takkan ada yang percaya dengan hal semacam ini. Namun tak sulit untuk meyakinkan perwira itu karena tak lama kemudian salah seorang prajurit BCSF datang dengan ketakutan dan melapor tentang seekor naga yang mengamuk di kota, persis seperti yang kuceritakan padanya barusan. Tanpa perlu basa-basi, aku segera meninggalkan kamp untuk menjalankan tugasku selanjutnya.


***

0 komentar: